Fakhrizan
Darma Admaja
23213189
3EB26
Aspek Penalaran dalam Karangan Ilmiah
Menulis Sebagai Proses Penalaran
Menulis merupakan suatu pengungkapan pikiran yang dituangkan ke dalam bentuk sebuah tulisan. Ide yang dituangkan oleh si penulis dapat berasal dari pengalaman dan pengetahuan atau pun imajinasi dari si penulis.
Menulis merupakan proses bernalar. Dimana pada saat kita ingin menulis sesuatu tulisan baik itu dalam bentuk karangan atau pun yang lainnya, maka kita harus mencari topiknya terlebih dahulu. Dan dalam mencari suatau topik tersebut kita harus berfikir, maka pada saat kita berfikir tanpa kita sadari kita sendiri telah melakukan proses penalaran. maka pada kesempatan kali ini saya akan memaparkan sedikit mengenai menulis merupakan prosae bernalar.
Setiap hari kita selalu menggunakan otak kita untuk berfikir, bahkan setiap detik dan menit kita menggunakan otak kita untuk berfikir. Pada saat kita berpikir, maka dalam benak kita akan akan timbul bermacam-macam gambaran tentang sesuatu yang hadirnya tidak secara nyata. misalnya pada saat-saat kita melamun. Kegiatan berpikir yang lebih tinggi dilakukan secara sadar, tersusun dalam urutan yang saling berhubungan, dan bertujuan untuk sampai kepada suatu kesimpulan. Jenis kegiatan berpikir vang terakhir inilah yang disebut kegiatan bernalar.
Berdasarkan uraian di atas, dapat kita ambil kesimpulan bahwa proses bernalar atau singkatnya penalaran merupakan proses berpikir yang sistematik untuk memperolch kesimpulan berupa pengetahuan.
PENALARAN INDUKTIF DAN DEDUKTIF
1. Penalaran
Induktif
Induksi /
induktif adalah suatu proses berpikir yang bertolak dari sejumlah fenomena
individual untuk menurunkan suatu kesimpulan (inferensi). Proses penalaran ini
mulai bergerak dari penelitian dan evaluasi atas fenomena-fenomena yang ada.
Karena semua fenomena harus diteliti dan dievaluasi terlebih dahulu sebelum
melangkah lebih jauh ke penalaran induktif, maka proses penalaran itu juga
disebut sebagai corak berpikir yang ilmiah. Namun induksi sendiri tak akan
banyak manfaatnya kalau tidak diikuti oleh proses penalaran deduktif.
Pengertian fenomena-fenomena individual sebagai landasan penalaran induktif
harus diartikan pertama-tama sebagai data-data maupun sebagai
pernyataan-pernyataan, yang tentunya bersifat faktual pula.
Proses
penalaran induktif dapat dibedakan lagi atas bermacam-macam variasi seperti
generalisasi, hipotese dan teori, analogi induktif, kausal dan sebagainya.
Contoh
penalaran induktif :
Harimau
berdaun telinga berkembang biak dengan melahirkan. Babi berdaun telinga
berkembang biak dengan melahirkan. Ikan paus berdaun telinga berkembang biak
dengan melahirkan.
2. Penalaran
Deduktif
Sebagai suatu
istilah dalam penalaran, deduktif / deduksi adalah merupakan suatu proses
berpikir (penalaran) yang bertolak dari sesuatu proposisi yang sudah ada,
menuju kepada suatu proposisi baru yang berbentuk suatu kesimpulan. Dari
pengalaman-pengalaman hidup kita, kita sudah membentuk bermacam-macam
proposisi, baik yang bersifat umum maupun bersifat khusus. Proposisi baru itu
tidak lain dari kesimpulan kita mengenai suatu fenomena yang telah kita
identifikasi dengan mempertalikannya dengan proposisi yang umum.
Dalam
penalaran deduktif, penulis tidak perlu mengumpulkan fakta-fakta. Yang perlu
baginya adalah suatu proposisi umum dan suatu proposisi yang mengidentifikasi
suatu peristiwa khusus yang bertalian dengan suatu proposisi umum tadi. Bila
identifikasi yang dilakukannya itu benar, dan kalau proposisinya itu juga
benar, maka dapat diharapkan suatu kesimpulan yang benar.
Uraian
mengenai proses berpikir deduktif ialah seperti silogisme kategorial, entimem,
rantai deduksi, silogisme alternatif, silogisme hipotesis dan sebagainya.
Contoh penalaran deduktif:
Contoh penalaran deduktif:
Masyarakat
Indonesia konsumtif (umum) dikarenakan adanya perubahan arti sebuah kesuksesan
(khusus) dan kegiatan imitasi (khusus) dari media-media hiburan yang
menampilkan gaya hidup konsumtif sebagai prestasi sosial dan penanda status
sosial.
Bagian isi
ialah bagian inti dalam karya ilmiah yang meliputi bab pendahuluan, bab
landasan teoretis, bab objek lokasi penelitian (khusus praktik kerja), bab
pembahasan (analisis data), dan bab penutup. Dengan kata lain, bagian isi
merupakan penelitian si penulis.
Bab pendahuluan memuat penjelasan atau pengantar tentang isi karangan ilmiah. Bab ini juga memuat landasan kerja dan arahan dalam penyusunan karangan ilmiah.
Pada bagian ini, diuraikan (a) masalah yang akan diteliti, (b) contoh masalah, (c) penjelasan tentang dipilihnya masalah ini bagi penulis atau pun bagi orang lain, dan (d) argumentasi yang logis antara data (realitas) dan teori (harapan).
Identifikasi masalah merupakan garis besar yang akan diteliti atau diuraikan. Identifikasi masalah ini disajikan dalam bentuk pertanyaan. Akan tetapi, pembatasan masalah merupakan bagian yang menyempitkan atau membatasi pokok permasalahan sehingga kajian tidak terlalu luas dan abstrak.
Tujuan penelitian merupakan sasaran yang akan dicapai atau dihasilkan dalam penelitian ini(harus sejalan dengan identif ikasi masalah), sedangkan kegunaan penelitian merupakan penegasan tentang manfaat yang akan dicapai baik secara teoretis maupun secara praktis.
Kerangka teori berisikan prinsip-prinsip teori (dari para ahli) yang dijadikan dasar untuk menganalisis data.
Penelitian ilmiah harus menerapkan metode dan teknik penelitian. Metode penelitian ialah seperangkat alat yang tersusun secara sistematis dan logis, sedangkan teknik penelitian ialah tata cara melakukan setiap langkah-langkah metode penelitian.
Lokasi penelitian ialah tempat penelitian dilaksanakan. Lamanya penelitian dapat dilakukan dengan membuat rencana atau jadwal kegiatan penelitian.
Penelitian ilmiah harus menyajikan sekaligus memaparkan sumber data. Sumber data ini merupakan bahan yang diteliti. Jika penelitian ini berasal dari buku, misalnya, novel, majalah, surat kabar, tabloid, identitas sumber data tersebut harus dicantumkan. Jika sumber data itu banyak dan beragam, dapat digunakan sampel dan populasi.
Bab pendahuluan memuat penjelasan atau pengantar tentang isi karangan ilmiah. Bab ini juga memuat landasan kerja dan arahan dalam penyusunan karangan ilmiah.
Pada bagian ini, diuraikan (a) masalah yang akan diteliti, (b) contoh masalah, (c) penjelasan tentang dipilihnya masalah ini bagi penulis atau pun bagi orang lain, dan (d) argumentasi yang logis antara data (realitas) dan teori (harapan).
Identifikasi masalah merupakan garis besar yang akan diteliti atau diuraikan. Identifikasi masalah ini disajikan dalam bentuk pertanyaan. Akan tetapi, pembatasan masalah merupakan bagian yang menyempitkan atau membatasi pokok permasalahan sehingga kajian tidak terlalu luas dan abstrak.
Tujuan penelitian merupakan sasaran yang akan dicapai atau dihasilkan dalam penelitian ini(harus sejalan dengan identif ikasi masalah), sedangkan kegunaan penelitian merupakan penegasan tentang manfaat yang akan dicapai baik secara teoretis maupun secara praktis.
Kerangka teori berisikan prinsip-prinsip teori (dari para ahli) yang dijadikan dasar untuk menganalisis data.
Penelitian ilmiah harus menerapkan metode dan teknik penelitian. Metode penelitian ialah seperangkat alat yang tersusun secara sistematis dan logis, sedangkan teknik penelitian ialah tata cara melakukan setiap langkah-langkah metode penelitian.
Lokasi penelitian ialah tempat penelitian dilaksanakan. Lamanya penelitian dapat dilakukan dengan membuat rencana atau jadwal kegiatan penelitian.
Penelitian ilmiah harus menyajikan sekaligus memaparkan sumber data. Sumber data ini merupakan bahan yang diteliti. Jika penelitian ini berasal dari buku, misalnya, novel, majalah, surat kabar, tabloid, identitas sumber data tersebut harus dicantumkan. Jika sumber data itu banyak dan beragam, dapat digunakan sampel dan populasi.
Fakta Sebagai Unsur dalam
Penalaran Ilmiah
Agar dapat
menalar dengan tepat, perlu kita memiliki pengetahuan tentang fakta yang
berhubungan. Jumlah fakta tak terbatas, sifatnya pun beraneka ragam. Oleh sebab
itu, sebagai unsur dasar dalam penalaran ilmiah, kita harus mengetahui apa
pengertian dari fakta.
Dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal (keadaan
atau peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada atau
terjadi. Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah diverifikasi
secara empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang teramati oleh
indera). Fakta bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem serta
dilakukan secara sekuensial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah ilmu.
Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah teori
dan fakta secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.
Untuk
memahami hubungan antara fakta-fakta yang sangat banyak itu, kita perlu
mengenali fakta-fakta itu secara sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa kita harus
mengetahui ciri-cirinya dengan baik. Dengan begitu, kita dapat mengenali
hubungan di antara fakta-fakta tersebut dengan melakukan penelitian.
Selain itu,
kita dapat menggolong-golongkan sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian dengan
jumlah anggota yang sama banyaknya. Proses seperti itu disebut pembagian, namun
pembagian di sini memiliki taraf yang lebih tinggi dan disebut klasifikasi.
1).
Klasifikasi
Membuat
klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau menempatkan
fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Suatu
klasifikasi akan berhenti, tidak dapat diteruskan lagi jika sudah sampai kepada
individu yang tidak dapat merupakan spesies atau dengan kata lain jenis
individu tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke
dalam suatu spesies. Contohnya, "Dani adalah manusia", tetapi tidak
"Manusia adalah Dani" karena Dani adalah individu dan bersifat unik.
Perlu diingat
bahwa klasifikasi atau penggolongan (pengelompokkan) berbeda dengan pembagian.
Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri penentu.
Tetapi klasifikasi didasarkan terhadap ciri-ciri atau kriteria yang ada dari
fakta-fakta yang diteliti.
2). Jenis
Klasifikasi
Klasifikasi
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
Klasifikasi
sederhana, suatu kelas hanya mempunyai dua kelas bawahan yang berciri positif
dan negatif. Klasifikasi seperti itu disebut juga klasifikasi dikotomis (dichotomous
classification dichotomy).
Klasifikasi
kompleks, suatu kelas mencakup lebih dari dua kelas bawahan. Dalam klasifikasi
ini tidak boleh ada ciri negatif; artinya, suatu kelas tidak dikelompokkan
berdasarkan ada tidaknya suatu ciri.
3).
Persyaratan Klasifikasi
Klasifikasi
harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa persyaratan:
Prinsipnya
harus jelas. Prinsip ini merupakan dasar atau patokan untuk membuat
klasifikasi, berupa ciri yang menonjol yang dapat mencakup semua fakta atau
benda (gejala) yang diklasifikasikan.
Klasifikasi
harus logic dan ajek (konsisten). Artinya, prinsip-prinsip itu harus diterapkan
secara menyeluruh kepada kelas bawahannya.
Klasifikasi
harus bersikap lengkap, menyeluruh. Artinya, dasar pengelompokkan yang
dipergunakan harus dikenakan kepada semua anggota kelompok tanpa kecuali.
Selain itu
dalam aspek fakta agar dapat membuat kesimpulan yang sah tentang sifat golongan
tertentu yang berdasarkan satu atau beberapa yang diamati, hal-hal yang perlu
diperhatikan adalah mengenai klasifikasi – yang sudah dijelaskan sebelumnya –,
generalisasi dan spesifikasi, analogi, dan hubungan sebab-akibat.
1). Generalisasi
dan Spesifikasi, Dari sejumlah fakta atau gejala yang diamati ditarik
kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu. Proses
penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut generalisasi. Jadi,
generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk semua atau sebagian
besar gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi mencakup ciri-ciri
esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan karangan,
generalisasi perlu dibuktikan dengan fakta yang merupakan spesifikasi atau ciri
khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Ungkapan yang
biasa digunakan dalam generalisasi adalah: biasanya, pada umumnya, sebagian
besar, semua, setiap, tidak pernah, dan sebagainya. Dan ungkapan yang digunakan
dalam penunjang generalisasi adalah: misalnya, sebagai contoh, untuk
menjelaskan hal itu, sebagai bukti, dan sebagainya.Fakta-fakta penunjang harus
relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraf dalam tulisan yang
mencamtumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak logis. Dan
generalisasi mungkin mengemukakan fakta (disebut generalisasi faktual) atau
pendapat (opini).
2). Analogi,
persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk yang lain
atau membandingkan sesuatu dengan lainnya berdasarkan atas persamaan yang
terdapat di antara keduanya. Analogi terdiri dari dua macam, pertama
analogi penjelas (deklaratif) yaitu perbandingan untuk menjelaskan sesuatu
yang baru berdasarkan persamaannya dengan sesuatu yang telah dikenal, tetapi
hasilnya tidak memberikan kesimpulan atau pengetahuan yang baru, kedua
analogi induktif yaitu suatu proses penalaran untuk menarik kesimpulan
(referensi) tentang kebenaran suatu gejala khusus berdasarkan kebenaran suatu
gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat esensial penting yang bersamaan.
Jadi, dalam analogi induktif yang perlu diperhatikan adalah persamaan yang
dipakai merupakan ciri-ciri esensial penting yang berhubungan erat dengan
kesimpulan yang dikemukakan.
3). Hubungan
Sebab Akibat, hubungan ketergantungan antara gejala-gejala yang mengikuti pola
sebab-akibat, akibat-sebab, dan akibat-akibat.
Penalaran
sebab-akibat dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
Penalaran
akibat-sebab dimulai dari suatu akibat yang diketahui.
Penalaran
akibat-akibat berpangkal dari suatu akibat dan berdasarkan akibat tersebut dan
langsung dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan
kedua akibat itu.
B. Salah
Nalar
Kesalahan
yang berhubungan dengan proses penalaran disebut sebagai salah nalar. Ada dua
jenis kesalahan menurut penyebabnya, yaitu kesalahan karena bahasa yang
merupakan kesalahan informal dan kesalahan karena materi dan proses
penalarannya yang merupakan kesalahan formal.
a). Kesalahan
Informal
Kesalahan
informal biasanya dikelompokkan sebagai kesalahan relevansi. Kesalahan ini
terjadi apabila premis-premis tidak mempunyai hubungan logis dengan kesimpulan.
Yang termasuk ke dalam jenis kesalahan ini adalah:
Argumentum ad
Hominem, kesalahan itu berarti "argumentasi ditujukan kepada diri
orang". Artinya, kesalahan itu terjadi bila seseorang mengambil keputusan
atau kesimpulan tidak berdasarkan penalaran melainkan untuk kepentingan
dirinya, dengan mengemukakan alasan yang tidak logis.
Argumentum ad
Baculum, kesalahan yang terjadi apabila suatu keputusan diterima atau ditolak
karena adanya ancaman hukuman atau tindak kekerasan.
Argumentum ad
Verucundiam atau Argumentum Adictoritatis, kesalahan yang terjadi
apabila seseorang menerima pendapat atau keputusan dengan alasan penalaran
melainkan karena yang menyatukan pendapat atau keputusan itu adalah yang
memiliki kekuasaan.
Argumentum ad
Populum, kesalahan itu berarti "argumentasi ditujukan kepada rakyat".
Artinya, argumentasi yang dikemukakan tidak mementingkan kelogisan; yang
penting agar orang banyak tergugah. Hal ini sering dilakukan dalam propaganda.
Argumentum ad
Misericordiam, argumentasi dikemukakan untuk membangkitkan belas kasihan.
Kesalahan
Non-Causa Pro-Causa, kesalahan ini terjadi jika seseorang mengemukakan suatu
sebab yang sebenarnya merupakan sebab atau bukan sebab yang lengkap.
Kesalahan
Aksidensi, kesalahan terjadi akibat penerapan prinsip umum terhadap keadaan
yang bersifat aksidental, yaitu suatu keadaan atau kondisi kebetulan, yang
tidak seharusnya, atau mutlak yang tidak cocok.
Petitio
Principii, kesalahan ini terjadi jika argumen yang diberikan telah tercantum di
dalam premisnya. Kadang-kadang petitio principii ini berwujud sebagai
argumentasi berlingkar: A disebabkan B, B disebabkan C, C disebabkan D, D dan D
disebabkan A.
Kesalahan
Komposisi dan Divisi, kesalahan komposisi terjadi jika menerapkan
predikat individu kepada kelompoknya sementara kesalahan divisi terjadi jika
predikat yang benar bagi kelompok dikenakan kepada individu anggotanya.
Kesalahan
karena Pertanyaan yang Kompleks, pertanyaan yang dimaksud ini bukan dinyatakan
dengan kalimat kompleks saja, namun yang dapat menimbulkan banyak jawaban.
Non Secuitur (Kesalahan
Konsekuen), kesalahan ini terjadi jika dalam suatu proposisi kondisional
terjadi pertukaran anteseden dan konsekuen.
Ignoratio
Elenchi, kesalahan ini sama atau sejenis dengan argumentum ad Hominem, ad
Verucundiam, ad Baculum, dan ad Populum yaitu tidak ada
relevansi antara premis dan kesimpulannya.
b). Kesalahan
Formal
Kesalahan ini berhubungan erat dengan materi dan proses penarikan kesimpulan baik deduktif maupun induktif.
1). Kesalahan
Induktif
Kesalahan
induktif terjadi sehubungan dengan proses induktif. Kesalahan ini terjadi
karena:
Generalisasi
yang terlalu luas.
Hubungan
sebab akibat yang tidak memadai.
Kesalahan
analogi. Kesalahan ini terjadi bila dasar analogi induktif yang dipakai tidak
merupakan ciri esensial kesimpulan yang ditarik.
2). Kesalahan
Deduktif
Dalam cara
berpikir deduktif kesalahan yang biasa terjadi adalah kesalahan premis mayor
yang tidak dibatasi.
Kesalahan
term keempat. Dalam hal ini term tengah dalam premis minor tidak merupakan
bagian dari term mayor pada premis mayor atau memang tidak ada hubungan antara
kedua pernyataan.
Kesimpulan
terlalu luas atau kesimpulan lebih luas dari pada premisnya.
Kesalahan
kesimpulan dari premis-premis negatif.
Referensi:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar